Ilustrasi (Foto: Google Image)
Sekolah merupakan tempat terbanyak kedua terjadi pelecehan seksual setelah keluarga. Oknum guru melihat jeli kelemahan siswi yang takut menjelang ujian semester sampai ujian akhir.
Dengan modus bisa membantu agar nilai ujian bagus dan bisa lulus, sampai pemberian sejumlah uang, pelajar lugu akhirnya masuk perangkap.
Ujung-ujungnya, siswi diminta untuk melayani nafsu seks sang guru dan menyerahkan kehormatannya. Beberapa siswi telah menjadi korban oknum guru tersebut. Mirisnya lagi, korban pelecehan seksual ini tidak hanya terjadi pada siswa SMA, tetapi juga SMP, bahkan SD.
Seorang siswi kelas XII SMA di Palembang berjalan pelan mengiringi ibu dan kakak perempuannya naik ke lantai II Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumsel beberapa hari lalu.
Remaja berusia 16 tahun yang memakai jilbab dan kaus lengan panjang bewarna coklat itu hanya sesekali berbicara. Ekspresi wajahnya dingin, lebih banyak menunduk sambil mendengarkan orang-orang di sekitarnya berbicara.
Ia mengalami trauma dan kini mendapat pengawasan ketat dari orangtuanya setelah beberapa waktu lalu diketahui telah berhubungan seksual dengan guru sekolahnya di sebuah hotel di Palembang.
Pada pertengahan tahun lalu, korban telah masuk perangkap guru sekolahnya. Mendapat janji kelulusan dan uang Rp 500.000, ia mau saja menerima ajakan gurunya untuk berhubungan badan.
“Tidak ada intimidasi, hanya dijanjikan kelulusan dan nilai. Tapi, ada temannya yang pernah mengaku dapat uang Rp 500.000,” kata ibu korban.
Korban yang mendengar penjelasan ibunya tidak banyak komentar. “Iya,” katanya singkat membenarkan penjelasan ibunya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa pihak, gadis ini bukan satu-satunya korban bujuk rayu guru itu. Sebelumnya, sang guru kepada korban mengakui teman dan kakak kelas korban di sekolah itu juga telah menyerahkan kehormatannya.
Modus guru itu tak berbeda jauh, yaitu memberikan uang Rp 500.000 sampai Rp 1 juta serta mengiming-imingi nilai dan kelulusan. Sebelum “memangsa buruannya”, guru itu melakukan pendekatan intensif terhadap korban, mulai dari mencari nomor telepon korban, mengirim SMS, mengajak bertemu, hingga masuk pada tujuan utama untuk mengajak berhubungan seksual.
Meski diduga banyak korban lain, hanya gadis ini yang mau melaporkan masalah itu ke polisi. Proses hukumnya juga sampai sekarang belum dilimpahkan ke pengadilan karena sudah dua kali kejaksaan mengembalikan pengajuan berkas perkara dari polisi.
Pegawai P2TP2A Sumsel sengaja mengundang korban dan keluarga datang ke kantor itu untuk mengikuti konseling bersama Syarkoni, SPsi, MPsi, psikolog dari Rumah Sakit Ernaldi Bahar. Tujuannya untuk mengetahui sebesar apa dampak psikis yang dihadapi korban dan mencari informasi tambahan untuk melengkapi bukti-bukti menjerat pelaku.
Setelah berbincang sejenak di lantai II kantor itu, psikolog mengajak gadis tersebut berbicara di sebuah ruangan lantai I. Sekitar 40 menit kemudian, gantian ibunya yang masuk menemui psikolog di ruangan itu.
Syarkoni, seusai berbincang dengan ibu dan anak itu, tak mau memberikan keterangan rinci. Alasannya terkait dengan kode etik profesionalisme untuk tidak memberitahu permasalahan korban ke orang lain. Sedangkan korban dan keluarganya meninggalkan kantor yang bersebelahan dengan gedung Kementerian Agama Wilayah Sumsel.
Sumber: Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar