Periode 1960an, pemerintahan Soekarno memang gerah dengan pembentukan Negara Malaysia. Singapura yang anggota persemakmuran Inggris ini juga dianggap pangkalan Blok Barat yang dapat mengancam Republik Indonesia. Sejak saat itu, Soekarno gencar mengirim orang-orang untuk menyabotase keadaan di Singapura dan Malaysia.
Nah, pada 10 Maret 1965, Usman dan Harun ditugaskan untuk mengebom pusat keramaian di Jalan Orchard, Singapura. Mereka berhasil menyusup ke Mac Donald House dan meledakkan bom waktu di pusat perkantoran yang digunakan Hongkong and Shanghai Bank itu.Ledakan dahsyat itu menghancurkan gedung tersebut dan gedung-gedung sekitarnya. Tiga orang tewas, sedangkan 33 orang terluka parah. Beberapa mobil di Jalan Orchard hancur berantakan.
Setelah menyelesaikan misi, Usman dan Harun berusaha keluar Singapura. Mereka berusaha menumpang kapal-kapal dagang yang hendak meninggalkan Singapura, namun tidak berhasil.
Pemerintah Singapura telah mengerahkan seluruh armadanya untuk memblokade Selat Malaka. Hampir tidak ada kesempatan untuk kabur. Kemudian, Usman dan Harun mengambil alih kapal motor. Malang, di tengah laut kapal tersebut mogok. Mereka tidak bisa lari dan ditangkap oleh petugas patroli Singapura.
Keduanya dijebloskan ke penjara. Hakim mengganjar mereka dengan hukuman gantung atas kasus pembunuhan, penggunaan bahan peledak, dan melakukan tindakan terorisme. Pemerintah Indonesia mencoba banding dan mengupayakan semua bantuan hukum dan diplomasi. Semua upaya itu buntu karena ditolak Singapura.
Suatu pagi, selepas subuh, 17 Oktober 1968, keduanya dikeluarkan dari sel mereka. Dengan tangan terborgol, dua prajurit itu dibawa ke tiang gantungan. Tepat pukul 06.00 waktu setempat, keduanya tewas di tiang gantungan.
Suasana Ketika Tibanya Kedua Jenazah Pahlawan Indonesia
Upacara Pelepasan Jenazah Usman dan Harun
di Mabes DepHankam, Jakarta 1968
di Mabes DepHankam, Jakarta 1968
Kuburan Kedua Pahlawan Dwikora, Usman & Harun
Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew menaburkan bunga pada makam Usman dan Harun
di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1973
Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew menaburkan bunga pada makam Usman dan Harun
di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1973
Presiden Soeharto langsung memberikan gelar pahlawan nasional bagi keduanya. Sebuah Hercules diterbangkan untuk menjemput jenazah keduanya. Pangkat mereka dinaikkan satu tingkat secara anumerta. Mereka juga mendapat bintang sakti, penghargaan paling tinggi di republik ini. Setelah tiba di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam, hingga Taman Makam Pahlawan Kalibata.
''Jika diperintah, KKO siap merebut Singapura,'' ujar Komandan KKO waktu itu Mayjen Mukiyat geram di dekat jenazah anak buahnya. Pemerintah menghormati jasa dua prajurit tersebut. Berdasar SK Presiden RI No.050/TK/Tahun 1968, Tanggal 17 Oktober 1968 , Sersan Usman Mohamed Ali dan Kopral Harun Said ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Keduanya dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Kini, hampir 46 tahun berlalu, sebagian besar rakyat Indonesia sudah mengubur kemarahannya atas Singapura. Namun, rupanya hal yang sama tidak terjadi di Singapura. Negara yang disebut Presiden Habibie dengan nama The Little Dot Red itu menilai, penggunaan nama Usman Harus untuk kapal perang RI (KRI) itu justru melukai perasaan rakyat Singapura, terutama keluarga korban peristiwa pengeboman tersebut. Untuk menunjukkan keseriusannya, pemerintah Singapura melayangkan surat protes resmi.
Panglima TNI Tolak Permintaan Singapura
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menegaskan pihaknya tak akan mengubah penamaan kapal perang KRI Usman-Harun meski diprotes pihak Singapura.
Hal ini ditegaskannya saat dirinya datang ke Komisi I DPR RI untuk menggelar rapat dengat pendapat, Senin (10/2). "Tetap (KRI Usman-Harun), tidak ada yang berubah," kata Moeldoko.
Menurutnya, tradisi baik yang dikembangkan TNI dalam memilih nama sebuah KRI menggunakan pendekatan sejarah. Titik beratnya tentu pada warga negara yang memiliki jasa dan dedikasi tinggi pada negara.
"Titik berat pada warga negara yang memiliki jasa-jasa yang tinggi kepada negara. Di antaranya Usman Harun. Diponegoro kita gunakan, enggak ada masalah," tegasnya.
Dia juga mengklaim meski sempat ada komplain dari pemerintah Singapura, hal itu tidak mengganggu hubungan bilateral Indonesia dengan Negeri Singa itu. Karena persoalan tersebut dinilainya bukan masalah krusial.
Ngambek, Singapura Tolak Panglima TNI
Panglima TNI
Singapura semakin kehilangan akal. Negera kecil di utara itu terus membesar-besarkan masalah yang dianggap kecil oleh pemerintah Indonesia.
Ketegasan pemerintah Indonesia menjalankan haknya soal penamaan KRI Usman Harun membuat pemerintah negeri pulau itu ngambek.
Merasa surat protes yang dilayangkan pekan lalu tidak digubris, pemerintah Singapura menunjukkan kedongkolan. Mereka tiba-tiba membatalkan undangan bilateral pertahanan dengan Indonesia secara sepihak kemarin (9/2).
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin yang sedianya datang ke Singapura besok (11/2) dalam rangka memenuhi undangan Menhan Singapura terpaksa urung berangkat. Undangan dialog bilateral dan menyaksikan pergelaran pameran dirgantara Singapore Airshow 2014 dibatalkan secara sepihak oleh Singapura. Saat dikonfirmasi, atase pertahanan Indonesia di Singapura memastikan pembatalan tersebut.
Pembatalan sepihak juga dilakukan terhadap undangan untuk Markas Besar (Mabes) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pang*lima TNI beserta para kepala staf angkatan juga tidak jadi hadir di Singapura.
Panglima TNI: Usman Harun Bukan Teroris, Mereka Marinir
Panglima TNI Jenderal Moeldoko memastkan pembatalan kunjungannya ke Singapura 11-12 Februari 2014 besok. Sedianya, Moeldoko akan ke Negeri Singa itu untuk menghadiri Singapore Airshow 2014 dan memberikan kuliah umum di salah satu universitas di sana.
Pembatalan itu menurutnya sikap resmi Panglima TNI atas penolakan Singapura terhadap penamaan KRI Usman-Harun, sekaligus pembatalan undangan kepada Wamenhan dan sejumlah perwira TNI oleh Singapura.
Selain itu, dia juga menyatakan keberatan atas penilaian Singapura yang menyebut Usman-Harun sebagai teroris. "Satu hal, saya tidak menerima kalau Usman-Harun dinyatakan sebagai teroris, dia adalah aktor negara, bukan aktor non state, mereka seorang Marinir," tandasnya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana pun menilai, sikap Pemerintah Singapura itu sebagai sikap yang aneh dan tidak sepantasnya ditunjukkan. “Tidak sepantasnya Singapura sebagai negara mempermasalahkan urusan dalam negeri Indonesia”.
Marzuki Alie: Indonesia Tak Perlu Takut pada Singapura
"Kalau Singapura melakukan aksi-aksi yang tidak menguntungkan bagi Indonesia, tentu Indonesia akan bereaksi juga. Tidak akan Indonesia membiarkan negara lain untuk mengintervensi. Sebagai negara besar, tentu kita juga harus bersikap. Tidak boleh kita dikendalikan oleh negara yang penduduknya saja tidak sebesar penduduk Jakarta," pungkas Marzuki.
Sumber: Budaya-Misteri.us
Tidak ada komentar:
Posting Komentar