Jumat, 04 April 2014

Deposito US$250 juta SC kembali diusik - Luka lama yang tak kunjung terobati

INFO BOS - Deposito US$250 juta SC kembali diusik - Luka lama yang tak kunjung terobati

Penempatan dana US$250 juta PT Semen Cibinong (SC) di dua bank asing kembali menimbulkan kontroversi. Sejumlah pertanyaan masih menggantung. Namun peluang masuknya Holderbank -produsen semen terbesar di dunia dari Swiss- justru disebut-sebut kian terbuka.

Deposito US$250 juta SC kembali diusik - Luka lama yang tak kunjung terobati

Kontroversi penempatan dana deposito SC senilai US$250 juta di dua bank asing kembali mencuat ke permukaan. Pemicunya yaitu keluarnya laporan keuangan akhir 1999 yang dinyatakan disclaimer (tanpa opini) oleh Hendrawinata & Rekan selaku auditor independen.

Dalam laporan auditor independen No. SC/01/JG/99 dan penjelasan manajemen SC dalam dengar pendapat dengan BEJ, dinyatakan pada intinya terdapat tiga hal penyebab opini disclaimer.

Pertama, akuntan menyatakan hingga laporan selesai disusun, belum diperoleh konfirmasi (pernyataan) mengenai saldo per 31 Desember 1999 atau penjelasan lainnya atas investasi perusahaan dan anak perusahaan SC di bank-bank luar negeri senilai Rp 1,815 triliun.

"Sehingga kami tidak dapat meyakini kewajaran akun tersebut dalam laporan keuangan 31 Desember 1999," tulis laporan itu.

Kedua, SC mengalami defisiensi kapital. Hal ini disebabkan leveraged capital structure dan dampak krisis ekonomi yang membuat SC-yang hingga akhir 1999 memiliki pokok pinjaman sekitar US$1,2 miliar-sempoyongan. Mengingat lebih dari 90% utang dalam bentuk dolar AS dan sebagian besar diperoleh dari bank-bank luar negeri.

Di sisi lain, upaya meningkatkan kapasitas produksi dari 4,5 juta ton menjadi 9,7 juta ton per tahun melalui pembangunan dua pabrik baru, justru berkebalikan dengan permintaan semen domestik yang merosot. Sampai semester I 2000 produksi dan klinker mencapai 2,025 juta ton dan 2,27 juta ton atau menurun 8%. Ini berarti kapasitas produksinya hanya sekitar 50% [bukan 5%].

Akibatnya SC mengalami defisiensi modal sebesar Rp 1,172 triliun per 31 Desember 1999.
Ketiga, proses negosiasi restrukturisasi utang dengan kreditur belum terselesaikan. Padahal sejauh ini, SC tidak dapat memenuhi rasio-rasio keuangan yang disyaratkan dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu, akuntan menilai terdapat beberapa ketidakpastian yang signifikan yang dapat mempengaruhi kegiatan usaha perusahaan dan anak perusahaan.

Luka lama

Hashim S.Djojohadikusumo
Menyimak alasan disclaimer dalam laporan tersebut, banyak kalangan tersentak kaget. Pasalnya, ketidakjelasan investasi SC di bank-bank luar negeri menjadi salah satu penyebabnya.

Hal ini mengingatkan orang pada luka lama ketika terjadi kehebohan di kalangan pelaku pasar modal pada 13 Agustus 1999, dikarenakan beredar kabar SC akan dipailitkan.

Penyebabnya disebut-sebut SC memiliki transaksi off balanced dan modal senilai US$ 250 juta hilang untuk membiayai akuisisi Hashim S.Djojohadikusumo di Bank Niaga tahun 1997 dan restrukturisasinya gagal.

Kabar lainnya menduga SC melakukan transaksi back to back dari deposito tersebut tanpa persetujuan pemegang saham. Disinyalir dana tersebut dijadikan jaminan untuk memperoleh kucuran utang bagi perusahaan afiliasi PT Tirtamas Majutama, pemegang saham mayoritas SC.

Akibatnya harga saham SC anjlok 28,57% dan BEJ menghentikan sementara (suspend) perdagangan saham berkode SMCB itu. Celakanya, manajemen SC semula menolak memberikan keterangan kepada siapa dan di mana dana itu ditempatkan. Sehingga BEJ mengancam menghapuskan pencatatan (delisting) atas saham produsen semen swasta pertama di Indonesia itu.

Menghadapi ancaman tersebut, manajemen SC akhirnya menyerahkan informasi material yang diminta BEJ. Sehingga BEJ pun mencabut suspensi saham SC pada 21 Desember 1999.

Berangkat dari hal itu, manajemen BEJ pun mengaku terkejut ketika membaca hasil audit laporan keuangan 1999. "Dulu katanya sudah selesai, tapi kok ternyata masih jadi masalah," ujar sumber Bisnis di BEJ.

Sebagai tindak lanjutnya, BEJ meminta SC segera melakukan RUPS Tahunan dan melakukan paparan publik. Salah satu fokusnya yaitu kejelasan pencairan dana deposito SC dan kepastian bahwa dana yang ditempatkan pada pertengahan 1997 itu tidak dijaminkan guna memperoleh utang bagi anak perusahaan.

Sejumlah pertanyaan
Menanggapi permintaan BEJ, Presdir SC Hashim S. Djojohadikusumo pada paparan publik, 2 Agustus 2000, membenarkan dana deposito senilai US$250 juta itu telah ditempatkan di dua bank asing yaitu Far East Bank di Cook Island dan Bank of Central Pacific di Vanuatu.

Namun dari beberapa penjelasan yang diberikan Hashim, nampaknya terdapat beberapa hal yang dinilai berbagai kalangan perlu dijelaskan lebih lanjut. Bahkan menurut Kadiv. Pemantauan Emiten BEJ Yose Rizal, terdapat perbedaan antara penjelasan SC saat paparan publik dengan ketika hearing bersama BEJ.

Atas dasar itu, manajemen BEJ menilai terdapat beberapa hal yang perlu diklarifikasi lebih jauh. Sehingga BEJ memutuskan untuk kembali melakukan hearing, yang rencananya dilakukan besok, 16 Agustus.

Adapun beberapa hal yang perlu diklarifikasi lebih jauh, diantaranya sebagai berikut. Pertama, kejelasan identitas ke dua bank asing tersebut. Oleh karena menurut Head of Research Nomura Securities Goei Siauw Hong, nama ke dua bank itu tidak dikenal luas.

"Benar ada atau nggak sih bank-bank itu, dan siapa pemiliknya. Karena di kawasan itu kan banyak juga bank yang nggak jelas."

Apalagi, sudah menjadi rahasia umum, banyak bank di daerah-daerah seperti itu yang dijadikan sebagai tempat money laundering (pencucian uang).

Menanggapi kecurigaan ini, salah seorang manajemen SC justru balik bertanya, "Kalau memang bank itu tidak ada, mana mungkin kami menyewa pengacara terkenal [Hotman Paris Hutapea] untuk menggugat bank-bank itu jika tidak mau mencairkan dananya."

Seperti dituturkan Hashim, pihaknya telah mempersiapkan langkah ligitasi melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea dengan menunjuk ahli hukum internasional.

Kedua, yang perlu diklarifikasi yaitu kejelasan sebab macetnya pencairan dana deposito di dua bank tersebut.

Saat paparan publik, Hashim menjelaskan hal ini disebabkan ke dua bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas, akibat macetnya pengembalian utang para debiturnya di kawasan Asia enggara paska krisis ekonomi.

Yose Rizal menyatakan penjelasan tersebut berbeda dengan keterangan SC saat hearing 17 Juli. Di mana dinyatakan tidak dicairkannya deposito itu, dikarenakan terkait dengan belum dilunasinya pinjaman salah satu usaha Grup Tirtamas di dua bank itu.

Menanggapi hal itu, Hashim mengakui kelompok usahanya yaitu PT Tunas Mas Panduarta memang menerima pinjaman. "Tapi tidak secara langsung dari dua bank itu."

Untuk menghindari debat kusir itulah, maka Direktur Riset SG Securities Lin Che Wei berpendapat SC sebaiknya menyerahkan bukti-bukti tertulis. Bahkan Goei menyarankan Bapepam dan BEJ melakukan audit forensik.

"Ini penting, karena menyangkut dana publik senilai ratusan juta dolar dan bisa menjatuhkan reputasi public company di Indonesia," tandas Goei.

Berkaitan dengan itu, hal ketiga yang perlu diklarifikasi yaitu menyangkut keberadaan dana itu sendiri. Termasuk tidak dijaminkannya dana tersebut. Mengingat laporan akuntan menyatakan belum diperoleh konfirmasi kejelasan dana itu dari ke dua bank tersebut.

Hashim memang menegaskan dana itu tidak dijaminkan. Selain itu dinyatakan untuk tahun 1999, telah diperoleh konfirmasi dari Bank of Central Pacific. "Dan itu pun diterima setelah audit selesai," katanya.

Untuk hal ini pun sebaiknya BEJ dan Bapepam meminta SC menyerahkan dokumen tertulis. Mengingat bukti otentik terakhir tentunya laporan audit oleh akuntan publik.

Terakhir, hal lain yang perlu diklarifikasi yaitu kejelasan apakah penempatan dana tersebut merupakan transaksi material yang membutuhkan persetujuan pemegang saham atau tidak.

Kejelasan hal ini dibutuhkan, mengingat Hashim telah secara tegas mengatakan bahwa penempatan dana deposito itu tidak membutuhkan persetujuan pemegang saham dan sesuai Anggaran Dasar perseroan.

Sebagai patokan, kiranya dapat mengacu kepada aturan Bapepam No. IX.E.2. Yang menerangkan bahwa apabila nilai transaksi sebesar 10% dari pendapatan (revenues) perusahaan atau 20% dari modal sendiri maka dikategorikan sebagai transaksi material. Dan untuk itu, perusahaan publik wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari RUPS.

Atas dasar itu, Ketua Bapepam Herwidayatmo menyatakan untuk menilai dana deposito sebesar US$250 juta itu harus dilihat berdasarkan konteks waktu terjadinya transaksi dibandingkan kinerja keuangan perseroan saat itu (pertengahan 1997).

Jika ternyata terbukti melanggar, Herwid telah menegaskan "Tidak ada pilihan, pasti harus ditindak."

Berkah buat Holderbank

Terlepas dari hal-hal di atas, banyak kalangan mempertanyakan maksud penempatan dana sebesar itu di dua bank yang tidak dikenal luas.

Menurut manajemen SC, hal itu justru dilakukan untuk menghindari kemungkinan dilakukannya set-off oleh pihak kreditur. Mengingat terdapat sekitar 60 bank internasional ang menjadi kreditur SC.

"Kalau kita tempatkan di bank internasional, mereka ada kecenderungan untuk men-set-off dana tersebut, membekukan atau mengambil langsung dana tersebut apabila ada masalah mengenai pinjaman-pinjaman kita kepada mereka. Di masa lalu dana SC pernah di- set-off."

Namun apapun alasanya, Goei Siauw Hong menilai manajemen SC telah melakukan tindakan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. "Masa uang ratusan juta dolar ditempatkan di bank-bank yang nggak jelas seperti itu, tidak prudent [hati-hati] sama sekali," ujarnya.

Menurut Erwin Sukandar Senior Manager ANZ Panin Bank, manajemen SC harus mempertanggungjawabkan kebijakannya yang tidak hati-hati. "Apalagi kita belum pernah tahu bank-bank itu."

Menghadapi situasi ini tentu saja Hashim harus ekstra hati-hati. Salah-salah, kerajaan bisnisnya di bawah payung Tirtamas Group yang pernah dinyatakan sebagai obligor keenam terbesar di BPPN dengan total kewajiban mencapai Rp 3,59 triliun, ludes total. Maklum SC merupakan salah satu andalannya.

Untuk keluar dari kemelut itu, Hashim memang tengah berupaya menggaet Holderbank -produsen semen terbesar di dunia-. Dan Holderbank telah siap menyuntikkan dana lebih dari US$100 juta.

Kok mau? Dua pesaingnya, Cemex dan Heilderberger, telah lebih dulu digaet Semen Gresik dan Indocement.

Bisa jadi Holderbank pun justru akan memanfaatkan situasi sulit yang dihadapi Hashim. "Sehingga bukan tidak mungkin dana deposito itu pun akan ditutup Holderbank. Asalkan menjadi pemegang saham mayoritas."

* Metta Dharmasaputra, ©COPYRIGHT 1998 BISNIS INDONESIA, PT Jurnalindo Aksara Grafika

Sumber: https://groups.yahoo.com/neo/groups/saham/conversations/topics/17053?var=1

Artikel Terkait Bisnis ,Ekonomi ,Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog